Kehidupan Dunia
Allah
telah memberi kelebihan yang sempurna atas manusia dibandingkan dengan
kebanyakan makhluk lainnya. Dengan akalnya manusia meniru semut, yang
diterjemahkan sesuai logikanya ke dalam ikhwal bekerja tanpa mengenal
waktu atau tingkah laku menimbun harta benda. Waktu tersita untuk urusan
dunia saja. Saat melihat sukses dunia manusia lebih suka melihat ke
atas, sehingga selalu merasa kurang, ujung-ujungnya semakin jauh dari
bersyukur.
Islam telah mengajarkan untuk membuat keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Kaitan antara keseimbangan urusan duniawi dan ukhrawi, diriwayatkan oleh Ibnu Askar bahwa Nabi SAW bersabda : “Kerjakanlah urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beramallah (Beribadah) untuk akhiratmu sekan-akan kamu akan mati besok” (HR Ibnu Askar).
Kenyataan
hidup membosankan bagi si kaya, apa yang sudah dipunyainya terasa
hambar. Bahkan menjadi pahit ketika keluarga tak bisa menikmati sebagai
berkah. Karena yang diperoleh belum pernah dipunyai, hidup terasa nikmat
bagi si miskin. Nasi aking lauk ikan kering terasa nikmat dimakan
sekeluarga.
Kenyataan
hidup sebagai proses yang berulang, menerus, monoton dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan dunia didominasi kegiatan
mencari nafkah dengan pola yang nyaris sama, dari satu keluarga menurun
ke anak keturunannya. Sehingga status si kaya maupun si miskin seolah
diwariskan ke anak cucunya.
Kenyataan
hidup yang lebih menampilkan sukses dunia, bahkan majunya pembangunan
ditengarai dengan pembangunan fisik di kota, bukan salah bunda
mengandung. Allah telah mengingatkan kita [QS Ali ‘Imran (3) : 145] : "Barang
siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.”
Ketetapan Allah
Kendati
manusia menjadi khalifah di muka bumi, tidak otomatis mempunyai hak
menentukan perjalanan hidupnya. Bahkan tidak mengantongi hak pilih untuk
memilih kapan lahir dan kapan wafat. Tidak sedikitpun mampu menerawang
garis kehidupannya yang seolah tercetak di telapak tangan.
Berbagai
ikhtiar manusia, tidak salah kalau menganut faham “siapa menanam akan
menuai” tanpa memahami dimensi lainnya. Dunia tidak akan diraih oleh
seorang hamba walau sampai berjibaku dan acap dia pun mengalami
kerendahan ataupun kegagalan dan harus siap bersaing dengan lainnya.
Allah telah meyuratkan [QS Ar Ruum (30) : 7] : "Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”
Lalai bukan penyakit keturunan, bisa kita minimalisir dengan memadukan ilmu umum dan ilmu agama. Hidup harus optimis, direncanakan dengan Insya Allah, dimulai dengan Bismillah, dan nikmati dengan Alhamdulillah.Masalah hidup untuk dihadapi, bukan untuk dihindari. Hidup adalah fungsi masalah.
Menjaga
diri agar tetap bisa bangun pagi di tiap hari merupakan masalah
mendasar. Hidup merupakan perulangan dari pagi hingga pagi hari
berikutnya. Hidup berbasis duniawi dan berorioentasi ke akhirat. Hidup
adalah fungsi waktu. Waktu kemarin tak akan kembali. Waktu nanti belum
tentu milik kita. Manfaatkan waktu sekarang, agar tak liwat sia-sia.
Al-Qur`an
menjelaskan dalam berbagai ayat tentang hakikat dunia, kerendahannya,
kefanaannya, dan hinanya, dan juga menerangkan lawannya yaitu negeri
akhirat, di mana akhirat itu kekal dan lebih baik daripada dunia. Bahkan
menyuratkan dunia itu sesuatu yang menipu, bathil, permainan dan
sesuatu yang melalaikan. (Herwin Nur/Wasathon.com)
0 komentar:
Posting Komentar